BAB I
PENDAHULUAN
Demak
adalah kesultanan atau kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh
Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden Patah adalah bangsawan Kerajaan Majapahit yang menjabat
sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari
Walisanga, yang terdiri atas sembilan
orang ulama besar, pendakwah islam paling awal di Pulau Jawa.
Hal
itu didasarkan pada saat jatuhnya Majapahit yang diperintah oleh Prabu
Kertabumi. Para wali kemudian sepakat untuk menobatkan Raden Fatah menjadi
Sultan Demak Bintoro yang pertama.
Atas
bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti
Jepara, Tuban dan Gresik, Raden patah sebagai adipati Islam di Demak memutuskan
ikatan dengan Majapahit saat itu, Majapahit memang tengah berada dalam kondisi
yang sangat lemah. Dengan proklamasi itu, Radeh Patah menyatakan kemandirian
Demak dan mengambil gelar Sultan Syah Alam Akbar.
Letak kerjaan Demak berada di tepi pantai utara Pulau Jawa. Kerajaan ini sering
dikunjungi pedagang-pedagang Islam dan pedagang asing untuk membeli
beras,madu,lilin dan lain-lain. Sampai abad ke 15, Demak di bawah kekuasaan
Majapahit, akan
tetapi setelah Majapahit mundur, Demak berkembang pesat sebagai tempat penyebaran
agama Islam dan tempat perdagangan yang ramai. Sebagai penguasa pertama adalah
Raden Fatah. Selain menjadi penguasa (bupati), Raden Fatah juga sebagai penyiar
agama Islam. Raden Fatah memisahkan diri dari Majapahit sekitar tahun 1500.
Dengan bantuan para wali, Raden Fatah mendirikan kerajaan Islam yang pertama di
Pulau Jawa yaitu Kerajaan
Demak.
Kerajaan Demak menjalankan sistem
pemerintahan teokrasi, yaitu pemerintahan yang berdasarkan pada agama Islam.
Kerajaan Demak memperluas kekuasaannya dengan menaklukan kerajaan-kerajaan
pesisir Pulau Jawa, seperti Lasem, Tuban, Sedayu, Gresik, cirebon dan Banten.
Cepatnya
Kota Demak berkembang menjadi pusat
perniagaan dan lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman tidak lepas dari
andil masjid Agung Demak. Dari sinilah para wali dan raja dari Kesultanan Demak
mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan dakwah islam ke
seluruh Jawa. Masjid agung Demak sebagai lambang
kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara.
Kegiatan walisanga yang berpusat di Masjid itu. Di sanalah tempat kesembilan
wali bertukar pikiran tentang soal-soal keagamaan.
A.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah awal Kerajaan Demak?
2.
Siapakah raja-raja yang memimpin Kerajaan Demak?
3.
Bagaimanakah kehidupan politik di Kerajaan Demak?
4.
Bagaimana tentang latar belakang
berdirinya Kerajaan Demak ?
5.
Bagaimana proses berdirinya
Kerajaan Demak?
B.
Tujuan Makalah
1.
Menjelaskan awal Kerajaan Demak
2.
Menjelaskan letak Kerajaan Demak
3.
Menjelaskan kehidupan politik beserta raja-raja yamg
memerintah di Kerajaan Demak
4.
Menjelaskan proses berdirinya Kerajaan Demak
5.
Menjelaskan sebab runtuhnya Kerajaan Demak
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan
oleh Raden Patah pada tahun 1500 hingga tahun 1550. Raden patah adalah bangsawan
kerajaan Majapahit yang telah mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang
secara resmi menetap di Demak dan mengganti nama Demak menjadi Bintara. Raden
Patah menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak. Atas bantuan daerah-daerah lain yang
sudah lebih dahulu menganut Islam
seperti Jepara, Tuban dan Gresik, ia mendirikan Kerajaan Islam dengan Demak
sebagai pusatnya.
Kerajaan
Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama
Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu Palembang, Jambi
dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak juga memiliki
pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik
yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung). Namun sayangnya,
Kerajaan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena
terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Bisa dipastikan bahwa
pada tahun 1546, Kerajaan Demak berakhir pada
tahun 1568.
A.
Awal
Kerajaan Demak
Kerajaan Islam
yang pertama di Jawa adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini
didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala:
Sirna hilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M. Kerajaan Demak itu didirikan oleh
Raden Fatah. Beliau selalu memajukan agama islam di bantu oleh para wali dan
saudagar Islam. Raden
Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun. Menurut sejarah, dia adalah putera
raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan Raden Fatah dilahirkan di
Palembang.
Setelah usia 20
tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa untuk memperdalam ilmu agama di bawa asuhan
Raden Rahmat dan akhirnya kawin dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah menetap di
Demak (Bintoro). Pada
kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai melaksanakan perintah gurunya dengan
jalan membuka madrasah atau pondok pesantren di daerah tersebut. Rupanya tugas
yang diberikan kepada Raden Fatah dijalankan dengan sebaik-baiknya. Lama
kelamaan Desa Glagahwangi ramai dikunjungi orang-orang. Tidak hanya menjadi
pusat ilmu pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat
peradagangan bahkan akhirnya menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Jawa. Desa Glagahwangi,dalam
perkembangannya kemudian karena ramainya akhirnya menjadi ibukota negara dengan
nama Bintoro Demak.
B.
Letak
Kerajaan Demak
Secara
geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal
kemunculannya kerajaan Demak mendapat bantuan dari para Bupati daerah pesisir
Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.
Pada
sebelumnya, daerah Demak bernama Bintoro yang merupakan daerah vasal atau
bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah
(dari kerajaan Majapahit) yang ibunya menganut agama Islam dan berasal dari
Jeumpa (Daerah Pasai).
Letak Demak
sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman
dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan
Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan dapat dilayari dengan baik
sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas untuk berlayar
ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad XVII jalan pintas itu tidak dapat dilayari
setiap saat.
Yang menjadi
penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang
yang sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara. Hasil panen sawah di daerah Demak
rupanya pada zaman dahulu pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan
pengaliran cukup. Lagi pula, persediaan padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk
pergadangan masih dapat ditambah oleh para penguasa di Demak tanpa banyak
susah, apabila mereka menguasai jalan penghubung di pedalaman Pegging dan
Pajang.
C.
Kehidupan
Politik
Setelah
kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam
pertama dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah
sebagai berikut :
1. Raden
Fatah
Nama kecil
Raden Patah adalah Pangeran Jimbun. Pada masa mudanya Raden Patah memperoleh pendidikan yang
berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup di
istana Adipati Palembang. Sesudah dewasa ia kembali ke majapahit.
Raden Patah
memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan
tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di Ampel
Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada tahun 1419 M.
Patah sempat
tinggal beberapa lama di ampel Denta, bersama para saudagar muslim ketika itu.
Di sana pula ia mendapat dukungan dari utusan Kaisar Cina, yaitu laksamana
Cheng Ho yang juga dikenal sebagai Dampo Awang atau Sam Poo Tai-jin, seorang
panglima muslim.
Raden patah
mendalami agama islam bersama pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan
Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah
dianggap lulus, raden patah dipercaya menjadi ulama dan membuat
permukiman di Bintara. Raden patah memusatkan kegiatannya di Bintara, karena
daerah tersebut direncanakan oleh Walisanga sebagai pusat kerajaan Islam di
Jawa. Setelah dewasa, Raden Fatah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak)
dengan Gelas Sultan Alam Akbar al-Fatah.
Raden Fatah
memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya, kerajaan
Demak berkembang dengan pesat, karena memiliki daerah pertanian yang luas
sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu, kerajaan
Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor kerajaan
Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka,
Maluku dan Samudera Pasai.
Pada masa
pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan kerajaan Demak meliputi daerah
Jepara,Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di kalimantan.
Disamping
itu, kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara,
Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito
(penghubung).
Pada masa
pemerintahan Raden Fatah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunan masjid
itu di bantu oleh para wali atau sunan.
2. Adipati
Unus
Setelah Raden
Fatah wafat, tahta Kerajaan
Demak dipegang oleh Adipati Unus. Ia memerintah Demak dari tahun 1518-1521 M.
Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, karena ia meninggal dalam
usia yang masih muda dan tidak meninggalkan seorang putera mahkota. Walaupun
usia pemerintahannya tidak begitu lama, pasukan
Demak menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta
kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana.
Dia
berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan
Majapahit yang beragama Hindu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin
kerja sama dengan orang-orang Portugis. Adipati Unus (Patih Yunus) wafat pada
tahun 1521 M.
3. Sultan
Trenggana
Sulltan
Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Dibawah pemerintahannya,
kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas
daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M kerajaan
Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah.
Daerah-daerah yang berhasil di kuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon.
Dalam usaha
memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri
pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil di kuasai, seperti Maduin,
Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan 953 H/1546 M
Sultan Trenggana gugur.
Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya dengan
kekerasan ternyata gagal. Dengan demikian, maka Sultan Trenggana berkuasa
selama 42 tahun. Di
masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari Sunan
gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.
4. Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan Prawata
adalah nama lahirnya (Raden Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan
Demak, yang memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli
agama daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak
seperti Banten, Cirebon,
Surabaya,
dan Gresik,
berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas
dibunuh oleh orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah
sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang,
dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal
Sultan Trenggana yang memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin
selaku putra tertua naik tahta.Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya
menaklukkan Pulau Jawa.
Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup
sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini
kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.Oleh karena itu, Raden Mukmin
pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan
Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun
1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung
Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan
mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa
seperti sultan Turki. Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka
dan menaklukkan Makassar.Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh
bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan
Prawoto pada kenyataannya tidak pernah terlaksana.Ia lebih sibuk sebagai ahli
agama dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan,
seperti Banten, Cirebon,
Surabaya,
dan Gresik,
berkembang bebas; sedangkan Demak
tidak mampu menghalanginya.
5. Peradaban kerajaan Islam Demak pada
abad XVI
Bertambahnya
bangunan militer di Demak dan Ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI, selain
karena keperluan yang sangat mendesak, disebabkan juga oleh pengaruh tradisi
kepahlawanan Islam dan contoh ynag dilihat di kota-kota Islam di luar negeri.
Peranan penting
masjid Demak sebagai pusat peribadatan kerajaan Islam pertama di Jawa dan
kedudukannya di hati orang beriman pada abad XVI dan sesudahnya. Bagian-bagian
penting peradaban jawa Islam yang sekarang, seperti wayang orang, wayang
topeng, gamelan, tembang macapat dan pembuatan keris, kelihatannya sejak abad
XVII oleh hikayat Jawa dipandang sebagai hasil penemuan para wali yang hidup
sezaman dengan kesultanan Demak.
Kesenian
tersebut telah mendapat kedudukan penting dalam peradaban Jawa sebelum Islam,
kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada waktu abad XV dan XVI di kebanyakan
daerah jawa tata cara kafir harus diganti dengan upacara keagamaan Islam, seni
seperti wayang dan gamelan itu telah kehilangan sifat sakralnya. Sifatnya lalu
menjadi “sekuler”.
Perkembangan
sastra Jawa yang pada waktu itu dikatakan “modern” juga mendapat pengaruh dari
proses sekularisasi karya-karya sastra yang dahulu keramat dan sejarah suci
dari zaman kuno. Peradaban “pesisir” yang berpusat di bandar-bandar pantai
utara dan pantai timur Jawa, mungkin pada mulanya pada abad XV tidak
semata-mata bersifat Islam. Tetapi kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan
jelas menunjukkan hubungan dengan meluasnya agama Islam.
6. Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah
wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan politik yang hebat di keraton
Demak. Negeri-negeri bagian (kadipaten) berusaha melepaskan diri dan tidak
mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri timbul pertentangan di antara
para waris yang saling berebut tahta. Orang yang seharusnya menggantikan
kedudukan Sultan Trengggono adalah pengeran Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia
dibunuh oleh Sunan Prawoto yang berharap dapat mewarisi tahta kerajaan. Adipati
Jipang yang beranama Arya Penangsang, anak laki-laki Pangeran Sekar Seda Ing
Lepen, tidak tinggal diam karena ia merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak. Sunan
Prawoto dengan beberapa pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya Penangsang
berhasil naik tahta. Akan tetapi, Arya Penangsang tidak berkuasa lama karena ia
kemudian di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan
dan putranya Sutawijaya, serta KI Penjawi. Jaka tingkir naik tahta dan
penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar
Sultan Handiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang
pada tahun 1568. Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang telah
berjasa. Terutama kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran melawan
Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan tanah Mataram dan Kyai
Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadibupati di daerah-daerah
tersebut.
Sutawijaya,
putra Kyai Ageng Pemanahan diangkat menjadi putra angkat karena jasanya dalam
menaklukan Arya Penangsang. Ia pandai dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai
Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582
Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi
penggantinya. Timbul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra
Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu
dapat digagalkan oleh Pangeran Benawan dengan bantuan Sutawijaya.
Pengeran
Benawan menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mamapu mengendalikan pemerintahan,
apalagi menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati yang ingin melepaskan diri
dari kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586.
Pada waktu itu Sutawijaya telah menjabat bupati Mataram, sehingga pusat
kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kerajaan Demak hanya berumur pendek. Namun, para rajanya
merupakan pahlawan-pahlawan mujahid terbaik. Raja pertama mereka adalah Raden
Fatah, yang berhasil menjadikan negerinya sebagai sebuah negara independen pada
masanya. Setelah itu anaknya, Patih Yunus (Adipati Unus) berkuasa. Dia berhasil
mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan Majapahit
yang beragama Hindhu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerja
sama dengan orang-orang Portugis.
Setelah wafatnya Patih Yunus pada
tahun 938 H/1531 M, memerintahlah raja paling terkenal dari kerajaan ini yaitu
Raden Trenggono (Sultan Trenggana). Dia adalah seorang mujahid besar yang di
antara hasil usahanya yang terkenal adalah masuknya Islam ke daerah Jawa Barat.
Kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak bercorak Islam. Hal tersebut
tampak dari peninggalan-peninggalan sejarahnya berupa masjid, makam, batu
nisan, kitab suci Al-Quran, kaligrafi dan karya sastra. Sampai sekarang pun
Demak di kenal sebagai pusat pendidikan agama Islam.
B.
Saran
1.
Sebaiknya kita sebagai penerus bangsa Indonesia yang baik
harus selalu melestarikan budaya atau peninggalan-peninggalan sejarah di masa
lalu
2.
Sebagai pelajar kita harus mendalami sejarah-sejarah yang
ada Indonesia
3.
Mengembangkan budaya sejarah yang sudah ada, tetapi tidak
menghilangkan budaya yang sudah asli.
Adnan Sekecake, Peta dan Kerajaan Demak, http://
warungbaca9.blogspot.com, Senin 09 January 2012, Jam 20:00
Ahmad al-Usairy, 2003,Sejarah Islam Sejak Zaman
Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana
H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, 2003, Kerajaan Islam
Pertama di Jawa, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti
I Wayan Badrika, 2006, Sejarah untuk SMA kelas XI,
Jakarta:Erlangga
Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa
dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968).
Yogyakarta: LKIS. 2005
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho
Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Edisi
ke-4. Jakarta: Balai Pustaka . 1993.
Ridwanaz, Sejarah Agama Islam Di Indonesia
(Kerajaan Demak), http//ridwanaz.com, Minggu 08 January 2012,
jam 14:00